• 081336163361
  • admin@gurupedia.my.id.
  • Lumajang Jatim
TASAWUF
Menyembelih Diri: Pesan Spiritual di Balik Ibadah Kurban

Menyembelih Diri: Pesan Spiritual di Balik Ibadah Kurban

Setiap kali datang hari raya Idul Adha, umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah kurban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan pengamalan nilai-nilai pengorbanan yang dicontohkan Nabi Ibrahim. Secara lahiriah, kurban adalah penyembelihan hewan ternak sebagai wujud ibadah sosial dan spiritual. Namun, di balik aktivitas fisik ini, terdapat pesan batiniah yang jauh lebih dalam dan relevan dengan kehidupan manusia: penyembelihan terhadap sifat-sifat kebinatangan dalam diri.

Manusia, dalam ajaran Islam, bukan sekadar makhluk fisik, tetapi juga makhluk spiritual yang memiliki potensi tinggi untuk mencapai kedekatan dengan Tuhan. Namun, potensi ini seringkali terhalang oleh hawa nafsu dan sifat-sifat rendah yang bersarang dalam jiwa—seperti kerakusan, kemarahan, kesombongan, hawa nafsu yang tak terkendali, dan kezaliman. Inilah sifat-sifat yang dalam banyak ajaran tasawuf disebut sebagai “sifat kebinatangan”, yang harus disembelih terlebih dahulu agar ruh manusia bisa mengarungi jalan menuju penyucian.

Dalam konteks pendidikan akhlak dan tasawuf, penyembelihan batin ini dianggap sebagai jihad akbar—jihad terbesar. Berbeda dengan jihad fisik yang bersifat lahiriah, jihad melawan hawa nafsu adalah perjuangan seumur hidup. Ibadah kurban, bila direnungi lebih dalam, menjadi simbol dari proses spiritual ini. Ketika seseorang menyembelih hewan kurbannya, ia seharusnya juga sedang berusaha menyembelih ego dan hawa nafsunya di dalam batin.

Tidak semua orang memiliki kemampuan atau kesempatan untuk berkurban secara fisik. Namun bukan berarti ia tidak bisa terlibat dalam makna kurban itu sendiri. Justru, bagi mereka yang belum mampu, kurban batiniah adalah langkah awal yang sangat penting. Memulai dari dalam diri: belajar ikhlas, menahan amarah, menundukkan kesombongan, dan berusaha berlaku adil—ini semua adalah bentuk-bentuk nyata dari pengorbanan yang mungkin tidak terlihat, tetapi jauh lebih berat.

Pesan ini menjadi penting untuk ditekankan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembentukan akhlak generasi muda. Mengajarkan mereka bahwa ibadah bukan sekadar ritual, tetapi juga sarana transformasi diri. Kurban bukan hanya tentang daging dan darah, tapi tentang bagaimana manusia mempersembahkan yang terbaik dari dirinya kepada Tuhan—yakni jiwanya yang bersih dari sifat-sifat tercela.

Dengan demikian, ibadah kurban bisa menjadi momentum tahunan untuk refleksi diri: Sudahkah kita menyembelih sifat-sifat binatang dalam jiwa kita? Ataukah kita masih terikat oleh nafsu yang menjerumuskan? Mari jadikan setiap tetesan darah kurban sebagai saksi dari niat kita untuk berubah, memperbaiki diri, dan mendekat kepada Allah dengan hati yang suci.