
Cerita dari Balik Gerbang Pesantren
Karya: Muhammad Alviansyah*)
Awal masuk pondok, rasanya campur aduk. Senang karena punya banyak teman baru, tapi juga sedih karena jauh dari orang tua. Hari-hari pertama terasa berat, kadang muncul keinginan untuk pulang.
Namun suatu hari, ada seorang kakak kelas yang menasihati saya dengan lembut:
“Kalau kamu merasa tidak betah di pondok, jangan langsung bilang ke orang tua. Kalau kamu bilang tidak betah, nanti mereka jadi khawatir. Tapi kalau kamu bersabar, insyaAllah nanti akan terasa nikmat. Semua butuh proses.”
Kata-kata itu tertanam dalam hati saya. Benar saja, awalnya saya merasa tidak betah, tetapi perlahan-lahan semuanya berubah. Saya mulai menikmati kehidupan di pondok. Ada teman-teman yang saling mendukung dan menguatkan. Meskipun harus bangun pagi-pagi untuk shalat tahajud, lalu dilanjutkan shalat Subuh, mengaji, dan berbagai kegiatan lainnya, saya mulai terbiasa.
Pagi hari setelah Subuh biasanya diisi dengan setoran hafalan Al-Qur’an. Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan belajar kitab. Siang hari ada sekolah formal, sore ada setoran lagi, dan malamnya belajar hingga larut. Memang terkadang rasa malas dan kantuk datang, tapi kami saling mengingatkan.
Jangan biasakan diri dengan rasa malas, karena malas hanya akan membuat kita tertinggal dan menyesal. Semakin hari, saya mulai merasa kuat dan menikmati setiap prosesnya. Ternyata, hidup di pondok itu penuh pelajaran dan keberkahan.
Bulan demi bulan pun berlalu. Yang awalnya terasa berat, sekarang menjadi ringan. Yang dulu terasa asing, sekarang menjadi kebiasaan. Setiap hari menjadi kesempatan untuk belajar, beribadah, dan memperbaiki diri.
Pesan untuk Diri Sendiri dan Teman-Teman Santri
Terus semangat!
Jangan pernah menyerah dalam menuntut ilmu. Jangan lupa, tetaplah hormat dan patuh kepada Yai, karena dari merekalah kita belajar adab dan ilmu.
*) Siswi Kelas 8A MTs Darun Najah Petahunan