
Doa Rasulullah di saat mengahadapi Kesulitan ekonomi
Dalam menjalani kehidupan, tak jarang kita dihadapkan pada kesulitan, khususnya dalam hal perekonomian atau mata pencaharian (‘amr ma’isyatih’) yang terasa berat. Adakalanya segala usaha seolah menemui jalan buntu, membuat hati resah dan gelisah.
Namun, Islam selalu mengajarkan umatnya untuk kembali kepada Allah SWT dalam setiap keadaan. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, sebagaimana disebutkan oleh ath-Thabarani memberikan tuntunan doa yang dapat dibaca ketika seseorang merasa sulit dalam urusan rezekinya.
Hadis tersebut menyebutkan,
مَا يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ إِذَا عَسُرَ عَلَيْهِ أَمْرُ مَعِيشَتِهِ أَنْ يَقُولَ إِذَا خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ: بِسْمِ اللَّهِ عَلَى نَفْسِي وَمَالِي وَدِينِي، اللَّهُمَّ أَرْضِنِي بِقَضَائِكَ وَبَارِكْ لِي فِي قَدَرِكَ، حَتَّى لَا أُحِبَّ تَعْجِيلَ مَا أَخَّرْتَ وَلَا تَأْخِيرَ مَا عَجَّلْتَ.
“Apa yang menghalangi salah seorang di antara kalian, apabila merasa sulit dalam urusan mata pencahariannya, untuk mengucapkan ketika keluar dari rumahnya:
‘Bismillāhi ‘alā nafsī wa mālī wa dīnī. Allāhumma ardhīnī bi-qadhā’ik wa bārik lī fī qadarik ḥattā lā uḥibba ta’jīla mā akhkharta wa lā ta’khīra mā ‘ajjalta.'”
(Dengan nama Allah atas diriku, hartaku, dan agamaku. Ya Allah, jadikanlah aku ridha atas ketetapan-Mu dan berkahilah aku dalam takdir-Mu, sehingga aku tidak suka menyegerakan apa yang Engkau tunda dan tidak pula menunda apa yang Engkau segerakan.) (HR. At-Thabrani)
Kekuatan Doa dalam Kepasrahan
Doa ini mengandung tiga pilar utama yang sangat penting bagi seorang mukmin, terutama saat menghadapi kesulitan:
- Perlindungan Diri, Harta, dan Agama: Ucapan “Bismillāhi ‘alā nafsī wa mālī wa dīnī” adalah bentuk penyerahan total dan permohonan perlindungan kepada Allah atas tiga hal fundamental yang dimiliki manusia: diri (kesehatan, keselamatan), harta (rezeki, kekayaan), dan agama (keimanan, ibadah). Dengan menyebut nama Allah atas ketiganya, kita menempatkan segala urusan di bawah penjagaan-Nya.
- Keridhaan pada Ketetapan (Qadhā’) dan Keberkahan dalam Takdir (Qadar): Inilah inti dari ketenangan jiwa. Memohon “Allāhumma ardhīnī bi-qadhā’ik” berarti memohon agar Allah menganugerahkan perasaan ridha terhadap segala ketetapan-Nya, baik berupa kemudahan maupun kesulitan. Diiringi dengan “wa bārik lī fī qadarik,” kita meminta agar takdir yang sudah terjadi—apa pun bentuknya—diberkahi oleh Allah, sehingga mendatangkan kebaikan.
- Kesempurnaan Kepasrahan: Puncak dari doa ini adalah permohonan “ḥattā lā uḥibba ta’jīla mā akhkharta wa lā ta’khīra mā ‘ajjalta.” Ini menunjukkan kualitas iman yang tinggi, yaitu pasrah sepenuhnya pada waktu dan kehendak Allah. Kita tidak ingin terburu-buru mendapatkan apa yang belum waktunya, dan tidak ingin menunda apa yang seharusnya segera terjadi. Ini adalah manifestasi dari kesabaran dan keyakinan bahwa timing Allah adalah yang terbaik.
Doa ini sejatinya adalah penawar bagi hati yang dirundung kecemasan akan dunia. Ia mengajarkan kita untuk mengubah rasa frustrasi akibat kesulitan rezeki menjadi ketenangan dan kepasrahan total kepada Sang Pemberi Rezeki. Ketika keluar rumah mencari nafkah, membawa doa ini berarti membawa perisai keimanan, meyakini bahwa segala upaya yang dilakukan akan diberkahi, dan segala hasil yang diterima adalah yang terbaik dari Allah SWT.
