• 081336163361
  • admin@gurupedia.my.id.
  • Lumajang Jatim
SASTRA
Hadiah Terindah untuk Kakek – Nenek

Hadiah Terindah untuk Kakek – Nenek

Karya: Anita Anggraini *)

Di sebuah desa kecil yang tenang, tinggal sebuah keluarga sederhana yang dipenuhi cinta. Di dalam rumah tua itu, hidup seorang kakek bernama Usman dan istrinya, Fatma. Meski usia telah melemahkan tubuh mereka, cinta dan kasih sayang kepada keluarga tak pernah pudar. Mereka selalu menanti kehadiran cucu-cucunya—terutama Zidan, cucu lelaki yang sejak kecil begitu dekat di hati mereka.

Fatma selalu membanggakan Zidan kepada siapa pun yang berkunjung. Di matanya, Zidan adalah cucu yang santun, penuh harapan, dan calon pemimpin keluarga yang baik. Dan kini, Zidan telah tumbuh dewasa. Usianya 23 tahun. Ia telah menemukan tambatan hatinya, seorang gadis manis bernama Linda. Mereka berencana menikah pada 1 November 2023.

Rencana pernikahan itu membawa kebahagiaan tersendiri di rumah tua itu. Namun, ada pula keraguan. Kondisi Fatma yang mulai lemah dan sering terbaring membuat ibunda Zidan sempat berpikir untuk mengadakan acara yang sederhana.

Suatu sore, Zidan duduk di samping neneknya. Ia menggenggam tangan yang sudah keriput itu dan berkata,
“Nek, bagaimana kalau acara nikahku sederhana saja? Biar nenek tidak terlalu capek.”

Fatma menatap cucunya dengan senyum lemah namun penuh cinta.
“Nak, menikahlah dengan bahagia. Kalau bisa, undang semua orang. Biar nenek bisa melihat kamu tersenyum di pelaminan. Itu sudah cukup membuat hidup nenek lengkap.”

Zidan tak mampu membalas kata-kata itu. Hanya matanya yang basah, dan dadanya terasa sesak. Ia sadar, waktu neneknya mungkin tak lama lagi. Ia pun memutuskan: pernikahannya harus istimewa, bukan untuk pamer, tapi untuk membahagiakan dua orang yang paling berjasa dalam hidupnya.


30 Hari Menjelang Pernikahan

Seluruh keluarga besar berkumpul. Gotong royong dimulai. Tenda, makanan, dekorasi, undangan—semua disiapkan. Suasana rumah berubah ramai, hangat oleh semangat dan canda tawa.

Namun di balik semua itu, kakek Usman dan nenek Fatma hanya bisa memandang dari dipan tua di ruang tengah. Mereka tak bisa banyak membantu, tapi senyum mereka selalu hadir setiap kali cucunya melangkah ke ruangan. Keduanya terlihat bahagia… dan juga menahan haru.

Beberapa kali, kondisi Fatma menurun. Pernah ia berkata pelan kepada suaminya,
“Pak… sepertinya waktu saya sudah dekat. Tapi saya ingin lihat Zidan menikah. Setelah itu, saya siap pergi.”

Usman hanya menggenggam tangannya erat. Mata tuanya memerah, tapi ia tetap tersenyum.

Hari demi hari, detik demi detik berlalu. Hingga akhirnya, hari yang dinanti pun tiba.


Hari Pernikahan

Pagi itu, rumah keluarga Zidan dipenuhi tamu. Wajah-wajah ceria, tenda yang megah, makanan berlimpah. Tapi bagi keluarga inti, yang paling berharga bukan semua kemewahan itu. Yang paling dinanti adalah senyum nenek dan kakek dari dipan tua.

Zidan dan Linda duduk bersanding. Mereka terlihat bahagia, saling menggenggam tangan, saling tersenyum. Ketika mereka datang menghampiri kakek dan nenek untuk sungkem, air mata menetes dari kedua orang tua itu.

Fatma berbisik lirih di telinga cucunya,
“Nek bahagia, Nak… Sangat bahagia. Terima kasih karena kau menepati janji.”

Zidan mencium tangan neneknya dan memeluknya lama. Seolah tak ingin lepas. Tapi waktu terus berjalan.


Satu Minggu Setelah Pernikahan…

Pada malam hari, setelah salat Magrib, nenek Fatma menghembuskan napas terakhirnya. Ia pergi dengan senyum di wajahnya, dalam damai, setelah menyaksikan cucu kesayangannya menikah.

Tangis memenuhi rumah. Zidan yang baru seminggu menjadi suami, tak kuasa menahan duka. Namun takdir belum selesai memainkan perannya.

Saat jenazah nenek dibawa ke musala untuk disalatkan, tiba-tiba kakek Usman muntah darah dan jatuh tak sadarkan diri. Dalam hitungan jam, menyusul kepergian istrinya.

Keluarga kehilangan dua cahaya sekaligus dalam waktu yang begitu dekat. Linda sampai pingsan, Zidan tak bersuara, hanya mata yang basah menatap dua jenazah di ruang depan. Duka menyelimuti semua.

Namun di balik semua itu, ada rasa tenang di hati sang ayah.

“Alhamdulillah… Kami sempat membahagiakan mereka. Kami sempat memenuhi permintaan terakhir mereka.”

Itu bukan sekadar pesta pernikahan. Itu adalah perpisahan yang indah. Puncak dari cinta sejati dua orang tua yang tak ingin pergi sebelum melihat cucu mereka bahagia.


*) Siswi Kelas IX MTs Darun Najah Petahunan