Kamu Belum Hancur
Tidak ada manusia yang tidak pernah melakukan sebuah kesalahan dan perbuatan maksiat dan dosa kepada Allah. Setiap manusia pasti pernah melakukan sebuah kesalahan, kekhilafan dan perbuatan dosa. Karena pada dasarnya manusia adalah tempat salah dan alpa.
Hidup memang tidak selalu berjalan indah dan mulus. Semua orang pasti memiliki masalah dan cobaan hidup. Semua tergantung bagaimana kita menyikapinya. Masalah dan cobaan hidup terkadang datang bertubi-tubi pada waktu yang bersamaan, sehingga bisa membuat kita merasa sedih dan terpuruk Namun demikian, kita tidak perlu bersedih berlarut-larut. Di saat kita merasa sedang berada di titik terendah, yakinlah kita pasti mampu bangkit untuk mengevaluasi dan memperbaiki diri. Percayalah, berada di titik terburuk adalah kondisi sementara dan kamu juga tidak perlu merasa sendiri.
Begitu juga dengan dosa-dosa yang mungkin selama ini kita lakukan. Jangan sampai membuat kita putus asa dari rahmat dan ampunan Allah SWT. Semua dosa-dosa yang telah kerjakan sebesar apapun pasti ada pintu maaf dan maghfirah dari Allah kecuali dosa syirik. Terkadang seorang melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan dosa disebabkan karena faktor lingkungan dan pergaulan yang buruk sehingga menyebabkan seseorang ikut terjerumus ke dalam jurang kenistaan.
Baca Juga
- Menjemput Lailatul Qadar
- Begini Rasulullah Mengisi Bulan Ramadhan
- Selamanya Manusia Tak Pernah Puas dengan Harta
- Masuk Surga Karena Anjing
- Keikhlasanmu akan Menyelamatkanmu
- Tidak Ada Alasan untuk Tidak Bersedekah
Adakah di antara kita yang pernah membunuh 100 orang tanpa hak? Tentu saja jawabannya tidak ada. Padahal pada zaman dahulu di kalangan Bani Israil ada seorang yang telah membunuh 100 orang. Namun di akhir hayatnya, dia diterima taubatnya oleh Allah walaupun belum pernah melakukan kebaikan sekecil apapun. Dia hanya merasa menyesal dan ingin berubah menjadi lebih baik. Kisah ini diceritakan langsung oleh Rasulullah saw sebagaimana dalam Kitab Shahih Bukhori dan Muslim berikut ini.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ ، أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا، فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ، فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ، فَأَتَاهُ، فَقَالَ : إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا، فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فَقَالَ : لَا. فَقَتَلَهُ، فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ، فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ، فَقَالَ : إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ، فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فَقَالَ : نَعَمْ، وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ، انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا، فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ، فَاعْبُدِ اللَّهَ مَعَهُمْ، وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ ؛ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ. فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ، فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلَائِكَةُ الْعَذَابِ، فَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ : جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلًا بِقَلْبِهِ إِلَى اللَّهِ. وَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ : إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ. فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ، فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ، فَقَالَ : قِيسُوا مَا بَيْنَ الْأَرْضَيْنِ، فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ. فَقَاسُوهُ، فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ، فَقَبَضَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ “. قَالَ قَتَادَةُ : فَقَالَ الْحَسَنُ : ذُكِرَ لَنَا أَنَّهُ لَمَّا أَتَاهُ الْمَوْتُ نَأَى بِصَدْرِهِ.
Dari Abu Said al-Khudri r.a. bahawasannya Nabiullah s.a.w. bersabda:
“Ada seorang lelaki dari golongan ummat yang sebelummu telah membunuh sembilan puluh sembilan manusia, kemudian ia menanyakan tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, ialu ia ditunjukkan pada seorang pendeta. la pun mendatanginya dan selanjutnya berkata bahawa sesungguhnya ia telah membunuh sembilan puluh sembilan manusia, apakah masih diterima untuk bertaubat. Pendeta itu menjawab: “Tidak dapat.” Kemudian pendeta itu dibunuhnya sekali dan dengan demikian ia telah menyempurnakan jumlah seratus dengan ditambah seorang lagi itu. Lalu ia bertanya lagi tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, kemudian ditunjukkan pada seorang yang alim, selanjutnya ia mengatakan bahawa sesungguhnya ia telah membunuh seratus manusia, apakah masih diterima taubatnya. Orang alim itu menjawab: “Ya, masih dapat. Siapa yang dapat menghalang-halangi antara dirinya dengan taubat itu. Pergilah engkau ke tanah begini-begini, sebab di situ ada beberapa kelompok manusia yang sama menyembah Allah Ta’ala, maka menyembahlah engkau kepada Allah itu bersama-sama dengan mereka dan janganlah engkau kembali ke tanahmu sendiri, sebab tanahmu adalah negeri yang buruk.” Orang itu terus pergi sehingga di waktu ia telah sampai separuh perjalanan, tiba-tiba ia didatangi oleh kematian.
Kemudian bertengkarlah untuk mempersoalkan diri orang tadi malaikat kerahmatan dan malaikat siksaan – yakni yang bertugas memberikan kerahmatan dan bertugas memberikan siksa, malaikat kerahmatan berkata: “Orang ini telah datang untuk bertaubat sambil menghadapkan hatinya kepada Allah Ta’ala.” Malaikat siksaan berkata: “Bahawasanya orang ini sama sekali belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun.”
Selanjutnya ada seorang malaikat yang mendatangi mereka dalam bentuk seorang manusia, lalu ia dijadikan sebagai pemisah antara malaikat-malaikat yang berselisih tadi, yakni dijadikan hakim pemutusnya – untuk menetapkan mana yang benar. Ia berkata: “Ukurlah olehmu semua antara dua tempat di bumi itu, ke mana ia lebih dekat letaknya, maka orang ini adalah untuknya – maksudnya jikalau lebih dekat ke arah bumi yang dituju untuk melaksanakan taubatnya, maka ia adalah milik malaikat kerahmatan dan jikalau lebih dekat dengan bumi asalnya maka ia adalah milik malaikat siksaan.” Malaikat-malaikat itu mengukur, kemudian didapatinya bahawa orang tersebut adalah lebih dekat kepada bumi yang dikehendaki -yakni yang dituju untuk melaksanakan taubatnya. Oleh sebab itu maka ia dijemputlah oleh malaikat kerahmatan.” (Muttafaq ‘alaih) – Admin