Taharah (Bersuci dari Najis)
Pengertian Taharah
Taharah adalah bersuci sedangkan menurut istilah membersihkan diri, pakaian dan tempat dari hadas dan najis. Bersuci dalam Islam terbagi dua yaitu pertama bersuci dari hadas ini hanya bisa terjadi pada badan bukan pada pakaian dan tempat karena yang dimaksud dengan hadas adalah kondisi yang dialami oleh seseorang mukalaf yang menghalanginya untuk dapat melaksanakan ibadah sebelum mereka bersuci, dan yang kedua adalah bersuci dari najis. Hal ini bisa terjadi pada badan pakaian dan tempat.
Bersuci dari Najis
– Benda-benda Najis
- Bangkai (kecuali bangkai ikan dan belalan), daging babi, tai, nanah, muntah, kencing dan darah (kecuali hati dan limpah). Firman Allah:
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ
“Katakanlah aku tidak jumpai di dalam wahyu yang disampaikan kepadaku makanan yang diharamkan kecuali bangkai, atau darah yang mengalir/ memancar, atau daging babi, karena itu adalah najis”. (QS al-An’am/6: 145).
- Bangkai meliputi bangkai binatang darat yang memiliki darah mengalir ketika disembelih, bukan bangkai binatang belalang dan bukan bangkai binatang laut. Hadits Nabi saw:
هو الطهور ماءه والحلّ ميتته
“Dia (air laut) itu suci dan halal bangkainya.” (HR. Bukhari).
- Anjing dan Babi serta hewan yang dilahirkan dari keduanya. Adapun dalil najisnya anjing adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Nabi saw. bersabda:
اذا ولغ الكلب فى إناء احدكم فليْقه ثم ليغسله سبع مرات
“Jika seekor anjing menjilat bejana salah seorang diantara kalian, maka bersihkanlah kemudian basuhlah sebanyak tiga kali….” (al-hadis)
- Potongan daging dari anggota badan binatang yang masih hidup. Mengambil sebagian daging dari anggota badan binatang yang masih hidup adalah najis. Hal ini didasarkan kepada hadis dari Abu Waqid al-Laits yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:“Sesuatu yang dipotong dari seekor binatang, sedang ia masih hidup maka potongan tersebut termasuk bangkai.”
- Muntah, air kencing dan kotoran manusia. Semua ulama sepakat bahwa muntah, air kencing dan kotoran manusia adalah najis. Kecuali jika muntahnya itu sedikit, maka dimaafkan. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah saw.:
اذا قاء احدكم فى صلاته او قلس فلينصرف وليتوضأ
“Apabila muntah salah seorang diantara kamu dalam keadaan salat, maka hendaklah keluar dari salatnya dan berwudulah.”
- Sesuatu yang keluar dari dubur atau kubul. Setiap sesuatu yang keluar dari dubur maupun kubul adalah najis, baik berupa cairan maupun benda padat. Di antara sesuatu yang keluar dari kubul adalah wadi, mazi, dan mani. Adapun wadi adalah air yang berwarna putih, kental, sedikit berlendir yang keluar mengiringi keluarnya air kencing dikarenakan kelelahan. Sedang mazi adalah air yang berwarna putih, bergetah yang keluar karena kuatnya dorongan syahwat, akan tetapi keluarnya tidak disertai kenikmatan. Keluarnya wadi dan mazi tidak diwajibkan mandi junub, tetapi cukup member-sihkan kemaluannya dan berwudu. Adapun mani sebagian ulama berpendapat bahwa ia adalah suci, tetapi disunat-kan mencucinya bila ia basah, dan mengoreknya bila kering. Aisah berkata, “Kuko-rek mani itu dari kain Rasulullah saw. bila ia kering, dan kucuci bila ia basah.” (Riwayat Daruquthni, Abu Uwanah dan al-Bazzar).
- Khamar. Khamar merupakan salah satu yang diharamkan oleh Allah swt. berdasarkan firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
“Hai orang-orang beriman, sesungguhny khamar, judi, berhala, dan mengundi nasib itu adalah najis, termasuk pekerjaan syaithan.” (QS al-Maidah/5: 90)
Kaifiah Bersuci dari Najis
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk menghilangkan khubuts atau najis.
- Dengan menggunakan air. Ketika terdapat benda najis, maka cukup dibersihkan dengan air. Namun, cara membersihkan najis dengan air ini tergantung kepada kategori najisnya. Najis dikategorikan kepada najis ringan (mukhaffafah), sedang (mutawassithah), dan berat (mughallazah). Adapun kaifiah membersihkan kategori najis ringan (mukhaffafah) adalah cukup dengan memercikkan air. Kategori najis ini ada pada najis air kencing bayi laki-laki yang belum mengonsumsi makanan apapun selain air susu ibunya (asi). Kemudian kaifiah membersihkan najis kategori najis sedang (mutawassithah) adalah dengan membersihkan benda yang terkena najis tersebut sehingga hilang rasa, warna, dan baunya. Sedangkan najis mughallazah (berat) maka wajib dibersihkan dengan tujuh kali dan salah satunya dengan debu. Kategori najis mughallazah adalah najis jilatan anjing.
- Berubahnya benda najis menjadi sesuatu yang baik, seperti perubahan khamar menjadi cuka dan darah ghazal (kijang) menjadi minyak misik (parfum) dengan sendirinya tanpa dicampur dengan benda apapun.
- Seperti perubahan khamar menjadi cuka dan darah ghazal (kijang) menjadi minyak misik (parfum) dengan sendirinya tanpa dicampur dengan benda apapun.
- Membakar benda najis dengan api. Pendapat ini dipegang teguh oleh ulama Hanafinyah. Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah bahwa membakar benda najis dengan api tidak dapat mensucikan benda tersebut. Mereka beralasan bahwa debu dan asapnya itu adalah najis. Begitu juga ulama Malikiyah yang berpendapat bahwa api tidak dapat mensucikan benda najis.
- Menyamak kulit hewan yang najis. Setiap hewan yang najis sebab penyamakan, baik hewan yang halal dimakan dagingnya maupun hewan yang tidak halal dimakan dagingnya, jika disamak kulitnya, kulit itu boleh digunakan untuk salat karena telah suci dengan sebab penyamakan.
Bersambung…….