Hikmah Turunnya Al-Qur’an Secara Sekaligus dan Bertahap
Hikmah turunnya al-Qur’an dapat dibagi menjadi dua bahagian, sesuai dengan keadaan turunnya al-Qur’an itu sendiri.
- Hikmah Turunnya Quran secara Sekaligus
Abu Syamah dalam kitabnya “al-Mursyid al-Wajiz” menjelaskan bahwa hikmah diturunkannya al-Qur’an secara sekaligus ke langit dunia (Baitul Izzah) adalah untuk menunjukkan akan kemuliaan dan tingginya derajat Al-Qur’an dan derajat orang yang mendapatkan Al-Qur’an. Dengan kata lain Allah mengumumkan dan menyampaikan kepada penduduk tujuh langit, bahwa sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah kitab terakhir yang diturunkan kepada Rasul terakhir terhadap umat paling mulia. Karena itu Allah mendekatkan Al-Qur’an kepada mereka untuk selanjutkan akan diturunkan kepada mereka.
Inilah satu hikmah Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus dari Lauh Mahfudz ke langit dunia karena jika bukan karena hikmah ilahiyah (sunnatullah) yang menghendaki adanya kitab ini turun kepada mereka secara bertahap seiring dengan peristiwa yang terjadi, niscaya ia akan turun ke bumi secara sekaligus, sebagaimana halnya kitab-kitab lain sebelumnya. Akan tetapi Allah swt.telah membedakan kitab ini dengan kitab-kitab tersebut, sehingga Allah swt. menjadikan baginya dua hal: pertama: Diturunkannya secara sekaligus, kedua: kemudian diturunkan secara terpisah-pisah sebagai pemuliaan terhadap orang yang diturunkan kepadanya.
Sementara al-Sakhawiy mengatakan, bahwa hikmahnya diturunkan secara sekaligus ke langit dunia adalah untuk menyamakan antara Rasulullah saw. dan Nabi Musa as. di mana kitabnya diturunkan secara sekaligus, kemudian Muhammad dilebihkan dengan adanya diturunkan secara bertahap agar dia mampu memeliharanya dengan baik.
- Hikmah Turunnya Quran secara Bertahap.
Banyak sekali hikmah dari turunnya Alquran secara bertahap, disini akan disampaikan yang terpenting saja :
1. Menguatkan atau meneguhkan hati Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW mendapatkan tantangan dan perlawanan yang luar biasa dari manusia‐manusia yang jahil dan pembangkang, tak jarang Rasul SAW mendapat perlakuan yang sangat kasar, melukai hati dan bahkan fisik. Padahal Rasulullah SAW berhati tulus menghendaki kebaikan atas diri mereka.
Pada titik tertentu Rasulullah SAW membutuhkan hiburan, kekuatan dan semangat untuk tetap dijalan dakwah walaupun betapa sulitnya keadaan yang beliau hadapi. Pada moment‐moment ini Quran turun dengan ayat‐ayat yang menyejukkan hati Rasul SAW, menenangkan dan membangkitkan semangat. Dapat disimak contoh ayat yang dimaksud
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآَيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ (33) وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ (34)
“Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang‐orang yang zalim itu mengingkari ayat‐ ayat Allah. dan Sesungguhnya telah didustakan (pula) Rasul‐rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka. tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat‐kalimat (janji‐ janji) Allah. dan Sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita Rasul‐rasul itu.” (QS Al‐Anám : 33‐34)
Masih banyak ayat‐ayat yang berfungsi untuk menghibur, menguatkan dan meneguhkan hati Rasul SAW dengan mengancam mereka yang membangkang atau menjanjikan kemenangan dan memberitahu bahwa kemenangan itu sudah dekat dsb.
2. Sebagai Tantangan dan Mukzizat.
Orang‐orang musyrik senantiasa berkubang dalam kesesatan dan kesombongan hingga melampaui batas. Mereka sering mengajukan pertanyaan‐pertanyaan dengan maksud melemahkan dan menantang, untuk menguji kenabian Rasulullah. Mereka juga sering menyampaikan kepadanya hal‐ hal batil yang tak masuk akal, seperti menanyakan tentang hari kiamat:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا
Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat. (al‐A’raf [7]:187),
dan minta disegerakannya azab:
وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ
Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan. (al‐Hajj [22]:47).
Maka turunlah Qur’an dengan ayat yang menjelaskan kepada mereka segi kebenaran dan memberikan jawaban yang amat jelas atas pertanyaan mereka, misalnya firman Allah:
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
“Dan tidaklah orang‐orang kafir itu datang kepadamu dengan membawa sesuatu yang aneh, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu kebenaran dan yang paling baik penjelasannya. ” (QS Al‐Furqan :33).
Maksud ayat tersebut ialah “Setiap mereka datang kepadamu dengan pertanyaan yang aneh‐aneh dari sekian pertanyaan yang sia‐sia, Kami datangkan kepadamu jawaban yang benar dan sesuatu yang lebih baik maknanya daripada pertanyaan‐pertanyaan yang hanya merupakan contoh kesia‐ siaan saja.” Di saat mereka keheranan terhadap turunnya Qur’an secara ber‐angsur‐angsur, maka Allah menjelaskan kepada mereka kebenaran hal itu; sebab tantangan kepada mereka dengan Qur’an yang diturunkan secara berangsur sedang mereka tidak sanggup untuk membuat yang serupa dengannya, akan lebih memperlihatkan kemukjizatannya dan lebih efektif pembuktiannya daripada kalau Qur’an diturunkan sekaligus lalu mereka diminta membuat yang serupa dengannya itu. Oleh sebab itu, ayat di atas datang sesudah pertanyaan mereka, Mengapa Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Maksudnya ialah: Setiap mereka datang kepadamu dengan membawa sesuatu yang ganjil yang mereka minta seperti turunnya Qur’an sekaligus, Kami berikan kepadamu apa yang menurut kebijaksanaan Kami membenarkanmu dan apa yang lebih jelas maknanya dalam melemahkan mereka, yaitu dengan turunnya Qur’an secara berangsur‐angsur.
_________________
Baca Juga
- Memahami Ulum Al-Qur’an
- Ruang Lingkup Ulum Al-Qur’an
- Sejarah Pertumbuhan Ulumul Qur’an
- Proses Turunnya Al-Qur’an
_________________
3. Mempermudah Hafalan dan pemahamannya.
Alquran turun dimasyarakat yang kebanyakan buta huruf, dengan turunnya secara bertahap ini memudahkan mereka untuk menghapal. Dan sesuatu pelajaran jelas akan lebih mudah dipahami secara menyeluruh apabila diberikan sedikit demi sedikit. Maka turunnya Quran secara bertahap dan berangsur‐angsur ini sangat membantu Nabi dan para sahabat dalam proses penghapalan dan pemahamannya.
4. Kesesuaian dengan peristiwa dan pentahapan dalam penetapan hukum.
Manusia tidak akan mudah mengikuti dan tunduk kepada agama yang baru ini seandainya Qur’an tidak menghadapi mereka dengan cara yang bijaksana dan memberikan kepada mereka beberapa obat penawar yang ampuh yang dapat menyembuhkan mereka dari kerusakan dan kerendahan martabat. Setiap kali terjadi suatu peristiwa di antara mereka, maka turunlah hukum mengenai peristiwa itu yang memberikan kejelasan statusnya dan petunjuk serta meletakkan dasar‐dasar perundang‐undangan bagi mereka, sesuai dengan situasi dan kondisi, satu demi satu. Dan cara demikian ini menjadi obat bagi hati mereka.
Pada mulanya, Qur’an meletakkan dasar‐dasar keimanan kepada Allah, malaikat‐malaikat‐Nya, kitab‐kitab‐Nya, rasul‐rasul‐Nya dan hari kiamat serta apa yang ada pada hari kiamat itu seperti kebangkitan, hisab, balasan, surga dan neraka. Untuk itu, Qur’an menegakkan bukti‐bukti dan alasan sehingga kepercayaan kepada berhala tercabut dari jiwa orang‐orang musyrik dan tumbuh sebagai gantinya akidah Islam.
Setelah itu Qur’an mengajarkan akhlak mulia yang dapat membersihkan jiwa dan meluruskan kebengkokannya dan mencegah perbuatan yang keji dan mungkar, sehingga dapat terkikir habis akar kejahatan dan keburukan. la menjelaskan kaidah‐kaidah halal dan haram yang menjadi dasar agama dan menancapkan tiang‐tiangnya dalam hal makanan, minuman, harta benda, kehormatan dan nyawa.
Kemudian penetapan hukum bagi umat ini meningkat kepada penanganan penyakit‐penyakit sosial yang sudah mendarah daging dalam jiwa mereka sesudah digariskan kepada mereka kewajiban‐ kewajiban agama dan rukun‐rukun Islam yang menjadikan hati mereka penuh dengan iman, ikhlas kepada Allah dan hanya menyembah kepada‐Nya serta tidak mempersekutukan‐Nya. Dengan turun secara bertahap dan berangsur‐angsur seperti ini proses pembentukan masyarakat muslim dapat lebih mudah terealisir.
5. Sebagai bukti yang kuat bahwa Alquran diturunkan dari sisi yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.
Qur’an yang turun secara berangsur‐angsur kepada Rasulullah s.a.w. dalam waktu lebih dari dua puluh tahun ini ayatnya atau ayat‐ayatnya turun dalam selang waktu tertentu, dan selama itu orang membacanya dan mengkajinya surah demi surah. Ketika itu ia melihat rangkaiannya begitu padat, tersusun cermat sekali dengan makna yang saling bertaut, dengan gaya yang begitu kuat, serta ayat demi ayat dan surah demi surah saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah yang belum pernah ada bandingannya dalam perkataan manusia
الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آَيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
“Inilah suatu kitab yang ayat‐ayatnya disusun dengan rapi serta dijetaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi Allah Yang Mahabijaksana dan Mahatahu.” (QS Hud : 1).
Seandainya Qur’an ini perkataan manusia yang disampaikan dalam berbagai situasi, peristiwa dan kejadian, tentulah di dalamnya terjadi ketidakserasian dan saling bertentangan satu dengan yang lain, serta sulit terjadi keseimbangan. Ini adalah bukti terkuat bahwa Alquran adalah Kalam Allah.
___________________________
REFERENSI
- al-Qattan, Manna’Khalil. Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an. Kairo: Maktabah Wahbah, 2000.
- ash-Shiddiqy, Hasby. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
- Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an. Cet. I; Bandung: Mizan, 1992.
- al-Suyuti, Jalaluddin. al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an. juz I. Cet. IV; Damaskus dan Beirut: Dar Ibn Katsir, 2000.
- Syahin, Abd al-Sabur. Hadits ‘an al-Qur’an. Kairo: Dar Akhbar al-Yawm, 2000. al-Zarkasyi , Badruddin Muhammad bin Abdillah. al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an. Cet. III, Beirut; Dar al-Ma’rifah li at-Thiba’ah.
- al-Zarqaniy, Muhammad Abd al-Azhim. Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an. juz I.Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi: 1995.