• 081336163361
  • admin@gurupedia.my.id.
  • Lumajang Jatim
FIQIH
Shalat Hari Raya (Id) dalam Islam

Shalat Hari Raya (Id) dalam Islam

Sejarah Shalat Id

Dahulu pada masa jahiliyah orang-orang Arab memiliki dua hari raya yang biasa diperingati pada masa jahiliyah, yaitu hari Nairuz dan hari Mahrajan. Nairuz atau Nauruz dalam bahasa Persia artinya hari baru, maksudnya perayaan tahun baru. Adapun Mahrajan adalah gabungan dari kata “mahr” yang artinya matahari dan „jan‟ yang artinya kehidupan atau ruh. Hari Mahrajan adalah hari perayaan pada pertengahan musim gugur, di mana udara tidak panas dan tidak dingin. Atau juga merupakan istilah bagi pesta yang diadakan untuk hari bahagia.

Kemudian setelah datangnya Islam, maka dua hari raya tersebut digantikan dengan dua hari raya yang lebih baik yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Diriwayatkan dari Anas ia berkata:

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ ». قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ

Rasulullah saw. tiba di Madinah dan mereka (penduduk Madinah) mempunyai dua hari untuk bermain-main. Maka beliau bersabda, “Dua hari ini hari apa?” Mereka menjawab, “Kami biasa bermain-main di dalamnya pada masa jahiliyah.” Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengganti-kan untuk kalian dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, (yaitu) Idul Adhha dan Idul Fitri.” (HR. Abu Dawud).

Menurut Wahbah al-Zuhaili, hari raya Islam diberi nama id (hari raya) karena Allah swt. pada hari id itu memberikan berbagai ihsan kepada hamba-hamba-Nya pada setiap tahun. Di antaranya, pada Idul Fitri dibolehkannya makan di siang hari setelah dilarang untuk makan di siang hari selama bulan Ramadan, dan diperintahkan untuk menunaikan zakat Fitrah karena biasanya, hari raya itu penuh dengan kebaha-giaan, kesenagan, dan berbagai aktivitas, sementara keceriaannya kebanyakan terjadi karena sebab itu. Asal makna kata id sendiri secara bahasa adalah kembali, yaitu kembali dan berulangnya kebahagiaan setiap tahun. Kata “id” yang selalu diterje-mahkan ke bahasa Indonesia dengan ‘hari raya’ menurut etimologinya berarti almausim (musim), disebut demikian karena setiap tahun berulang.

_____________________

Baca Juga :

_____________________

Pengertian Shalat Id

Hari raya Islam ada dua, yaitu: hari raya Idul Fitri dan hari Idul Adha. Dinamakan Idul Fitri karena pada hari itu orang-orang Islam yang menjalankan puasa Ramadan berbuka dan tidak lagi berpuasa seperti hari-hari sebelumnya selama bulan Ramadan. Hari Idul Fitri ini dirayakan dengan melakukan shalat Idul Fitri secara berjamaah. Ibadah ini disyariatkan pada tahun pertama Nabi saw. sampai di Madinah. Idul Adha juga dinamakan Idul Qurban, karena pada hari raya tersebut umat Islam dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban.

Baik pada hari raya Idul Fitri, maupun hari raya Idul Adha, umat Islam melaksanakan shalat hari raya yang biasa disebut dengan shalat Idain. Idain artinya dua hari raya. Yang dimaksud shalat Idain adalah shalat pada waktu dua hari raya yakni Hari Raya Idul Fitri (1 syawal) dan Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah).

Dengan demikian, yang dimaksud dengan shalat Idul Fitri adalah adalah shalah satu shalat yang hanya dikejakan saat perayaan hari raya Idul Fitri pada setiap tanggal 1 Syawal setelah melaksanakan puasa Ramadan satu bulan lamanya. Shalat Idul Fitri berbeda dengan shalat sunah lainnya seperti shalat Dluha, shalat Tahajud, shalat Witir, dan shalat wajib dalam hal cara melaksanakan. Shalat Idul Fitri dilaksanakan pada pagi hari saat hari raya Idul Fitri dan umat Islam akan beramai-ramai mengunjungi masjid atau lapangan untuk melaksanakan shalat Idul Fitri secara berjamaah. Sedangkan shalat Idul Adha adalah shalat yang dilaksanakn pada Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada 10 Dzulhijjah yang bertepatan dengan ibadah haji di Makkah Al-Mukarramah dan karena itu disebut juga dengan Hari Raya Haji atau Hari Raya Qurban kerena disunnahkan berkurban bagi yang mampu.

Dalil Shalat Id

Di antara dasar pelaksanaan shalat Idain adalah firman Allah dan hadis Nabi saw. berikut:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak (1), Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah (2).” (QS al- Kawtsar/108: 1-2)

عن أم عطية قالت أمرنا رسول الله صلى الله عليه و سلم أن نخرجهن في الفطر والأضحى العواتق والحيض وذوات الْدور فأما الحيض فيعتزلن الصلاة ويشهدن الْير ودعوة المسلمين قلت يا رسول الله إحدانا لا يكون لِا جلباب قال لتلبسها أختها من جلبابها

Ummu Atiyyah berkata: Rasulullah menyuruh kami perempuan untuk keluar di Idul Fitri dan Idul Adha, baik wanita yang baru balig maupun wanita sedang haid dan wanita perawan. Sementara orang yang haid dipisahkan dari (tempat) salat agar mereka dapat menyaksikan kebaikan dan doa umat Islam.” Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, ada di antara kami yang tidak mempunyai jilbab.” Beliau mengatakan, “Sebaiknya saudara perempuannya memberinya jilbab.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hukum Shalat Id

Shalat Idain disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Sejak disyariatkan, Rasul saw. tidak pernah meninggalkannya hingga beliau wafat, kemudian ritual serupa dilanjutkan para sahabat beliau. Mengenai status hukum melaskananakan shalat Idain di kalangan para ulama terjadi perbedaan. Setidaknya ada tiga pendapat yang masyhur di kalangan ulama:

  1. Shalat Idain hukumnya sunah muakkad. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
  2. Fardu kifayah, artinya (yang penting) dilihat dari segi adanya salat itu sendiri, bukan dilihat dari segi pelakunya. Atau (dengan bahasa lain, yang penting) dilihat dari segi adanya sekelompok pelaku, bukan seluruh pelaku. Maka, jika ada sekelompok orang yang melaksanakannya, berarti kewajiban melaksana-kan salat Idain itu telah gugur bagi orang lain. Pendapat ini adalah pendapat yang terkenal di kalangan mazhab Hambali.
  3. Fardu ain (kewajiban bagi tiap-tiap individu), artinya berdosa bagi siapa yang meninggalkannya. Ini adalah pendapat mazhab Hanafiyah serta pendapat salah satu riwayat dari Imam Ahmad.